Dibawah ini adalah beberapa dalil dan hujjah amalan yang sering dianggap bid'ah oleh sekelompok orang yang mengaku sabagai pengikut salaf sedangkan diluar mereka adalah ahlul bid'ah. Mudah-mudahan beberapa keterangan ini dapat menyadarkan mereka untuk berhenti teriak bid'ah terhadap amalan yang mereka sendiri tidak tahu dasar dan keterangannya atau karena kerasnya hati untuk menerima kebenaran dari selain kelompok mereka sendiri.
1. Dalil Zikir zahr (keras)
Sabda Rasululllah saw : “Perbanyaklah dzikir kepada Allah sehingga mereka (yang melihat dan mendengar) akan berkata : Sesungguhnya dia orang gila"
(HR. Hakim, Baihaqi dalam Syu’abul Iman, Ibnu Hibban, Ahmad, Abu Ya’la dan Ibnus Sunni)
Dari Ibnu Abbas ra. dia berkata : Rasulallah saw bersabda “Banyak-banyaklah kalian berdzikir kepada Allah sehingga orang-orang munafik akan berkata : ’Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang riya’
(HR. Thabrani)
Mengomentari hadits ini, Imam Al Suyuthi dalam kitabnya Natiijatul Fikri fil jahri biz dzikri berkata : “Bentuk istidlal dengan dua hadits ini adalah bahwasanya ucapan dengan ‘Dia itu gila’ dan ‘Kamu itu riya’ hanyalah dikatakan terhadap orang-orang yang berdzikir dengan jahr, bukan dengan lirih (sir).”
2. Dalil Zikir berjama'ah
Dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudri, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah berkumpul suatu kaum, mereka berdzikir kepada Allah, melainkan para malaikat mengelilingi mereka, rahmat Allah menaungi mereka, ketenangan dari Allah turun kepada mereka dan Allah menyebutkan mereka di antara orang-orang yang bersama-Nya.”
(HR. Ahmad [11892], Abd bin Humaid [861], Abdurrazzaq [20577], dan al-Thabarani dalam al-Ausath [1500]).
Hadits di atas, memberikan pelajaran tentang keutamaan dzikir berjamaah atau dzikir bersama. Kadang mereka akan membantah dengan kalimat: “Ya walaupun dzikir bersama, tapi bacaannya kan tidak perlu seragam seperti paduan suara” Maka jawaban kita:“ Anda mengerti makna berjamaah tidak? Seandainya ada seratus orang berkumpul di Masjid, tapi shalatnya dilakukan sendiri-sendiri, apakah dinamakan shalat berjamaah? Tentu tidak kan? Nah, dzikir berjamaah itu juga demikian, mereka sama-sama membaca, baik membaca sendiri-sendiri atau dengan satu suara seperti paduan suara. Hal ini juga dipertegas dengan hadits lain tentang membaca satu suara.
Syaddad bin Aus berkata, “Kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba beliau berkata, “Apakah di antara kalian ada orang asing (ahli kitab)?” Kami menjawab, “tidak ada wahai Rasulullah.” Lalu beliau memerintahkan agar mengunci pintu dan berkata, “Angkatlah tangan kalian, lalu katakan Laa ilaaha illallaah!” Kami mengangkat tangan beberapa saat, kemudian Rasulullah meletakkan tangannya. Lalu bersabda, “Alhamdulillah.Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengutusku membawa kalimat tauhid ini, Engkau memerintahkannya kepadaku dan menjanjikanku surga karenanya, sesungguhnya Engkau tidak akan menyalahi janji.” Kemudian beliau bersabda, “Bergembiralah, sesungguhnya Allah telah mengampuni kalian."
(HR. Ahmad [17121], al-Hakim 1/501, al-Thabarani dalam Musnad al-Syamiyyin [921], dan al-Bazzar. Hadits ini dihasankan oleh al-Hafizh al-Mundziri dalam al-Targhib wa al-Tarhib 2/415).
Perhatikan, dalam hadits di atas, para sahabat membaca kalimah thoyyibah bersama-sama berdasarkan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Berarti berdzikir dengan satu suara itu tidak tercela, bahkan bagus dilakukan berdasarkan hadits tersebut.
3. Masalah Sholawat Palsu dan shalawat syirik.
Saya kutip pernyataan Gus Aab (KH. Abdullah syamsul 'arifin) berikut : Tidak ada yang disebut sholawat palsu atau sholawat syirik. yang ada sholawat tidak ma'tsur (teksnya tidak dari rasululullah). yaitu sholawat yang teksnya disusun sendiri oleh para ulama. Menyusun sendiri teks sholawat itu hukumnya boleh. Di dalam musnad ahmad bin hambal terdapat sholawat yang disusun oleh sayyidina 'Ali yang dikenal dengan sholawat mantiq, yang mana sholawat itu tidak pernah di ajarkan Rasulullah saw. Ini menjadi dalil bahwa memyusun sendiri teks sholawat itu boleh. Seandainya tidak boleh, maka sayyidina 'Ali tidak akan melakukannya. Demikian menurut gus Aab.
4. Zikir saat yasinan atau saat di kuburan dan sambil goyang-goyangkan badan. Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa Mu’adz bin Jabal berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak pernah menyesal penduduk surga kecuali karena satu waktu yang mereka lalui, sedangkan mereka tidak mengisinya dengan dzikir kepada Allah.”
(HR. al-Hakim al-Tirmidzi (4/106), al-Thabarani [182], al- Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman [513], dan al- Dailami [5244]. Al-Hafizh al-Dimyathi berkata: sanad hadits ini jayyid. Lihat, al- Matjar al-Rabih hlm 205).
Hadits ini menjadi dalil bahwa dzikir dianjurkan setiap saat, tanpa dibatasi dengan waktu, tempat dan posisi tubuh. Apakah waktunya siang atau malam, apakah tempatnya di rumah setelah yasinan atau di kuburan setelah ziarah, apakah posisi tubuh sambil duduk, berdiri, berbaring, atau sambil goyang2 kaki atau goyang2 kepala.... Semuanya sah2 saja. Jadi jelaslah bahwa yang masuk 72 GOLONGAN AHLUL BID'AH FITNAH TANDUK SYAITAN YANG SESAT DAN MENYESATKAN UMAT adalah MEREKA YANG TELAH MEMFITNAH AMALIYAH ASWAJA TIDAK PUNYA DALIL DAN HANYA KARANGAN PARA KIYAI ATAU HABIB.
5. Mengenai pernyataan al-syathibi.
Cukup kita katakan, semoga allah selalu merahmatibeliau dan kita menghargai fatwa beliau.... Sedangkan hujjah kita adalah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada Bilal ketika shalat fajar: “Hai Bilal, kebaikan apa yang paling engkau harapkan pahalanya dalam Islam, karena aku telah mendengar suara kedua sandalmu di surga?”. Bilal menjawab: “Kebaikan yang paling aku harapkan pahalanya adalah aku belum pernah berwudhu’, baik siang maupun malam, kecuali aku melanjutkannya dengan shalat sunat dua raka‘at yang aku tentukan waktunya.” Dalam riwayat lain, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Bilal: “Dengan apa kamu mendahuluiku ke surga?” Ia menjawab: “Aku belum pernah adzan kecuali aku shalat sunnat dua raka‘at setelahnya. Dan aku belum pernah hadats, kecuali aku berwudhu‘ setelahnya dan harus aku teruskan dengan shalat sunat dua raka‘at karena Allah”. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Dengan dua kebaikan itu,kamu meraih derajat itu”.
(Shahih Bukhari, Muslim,al-Nasa’i dalam Fadhail al- Shahabah, al-Baghawi, Ibn Hibban, Abu Ya’la, Ibn Khuzaimah, Ahmad, dan al-Hakim yang menilainya shahih).
Mengomentari hadits ini, Imam Ibn Hajar al-Asqalani berkata: “Dari hadits tersebut dapat diambil faedah, bolehnya berijtihad dalam menetapkan waktu ibadah. Karena sahabat Bilal mencapai derajat yang telah disebutkan berdasarkan istinbath (ijtihad), lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membenarkannya”.
(Fath al-Bari: 3/34)-
Ibn Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu mendatangi Masjid Quba’ setiap hari sabtu, dengan berjalan kaki dan berkendaraan. Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu juga selalu melakukannya”. (Shahih Bukhari).
Mengomentari Hadits ini, Imam Ibn Hajar al-Asqalani berkata: “Hadits ini, dengan jalur-jalur (sanad)nya yang berbeda, mengandung dalil bolehnya menentukan sebagian hari, dengan sebagian amal saleh dan melakukannya secara rutin. Hadits ini juga mengandung dalil, bahwa larangan berziarah ke selain Masjid yang tiga, bukan larangan yang diharamkan”.
(Fath al-Bari: 3/69).
Wabillahil Hidayah wal Taufiq.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar